Seorang dosen pernah bilang, "Budaya menulis masih sangat rendah di Indonesia." Sumpah, saya nyaris tertawa. Mengapa? karena menurut saya, hal tersebut merupakan keniscayaan. Dan sayangnya, akan terus begitu hingga rakyat Indonesia membudayakan budaya yang satu ini; MEMBACA.
Untuk dapat menulis, diperlukan perbendaharaan kosakata yang kaya, dan darimana itu didapat? dari membaca. Belum lagi jika kita akan menulis tentang sebuah negeri atau bahkan lebih sederhananya sebuah kota yang tak pernah kita kunjungi dan tak juga pernah kita lihat di tv, lantas dimana kita akan menemukan cara membayangkannya? lagi-lagi dari membaca. Bahkan gambaran tentang surga dan neraka, bukankah awalnya di dapat ketika manusia membaca kitab suci?
Seorang penulis pada awalnya selalu merupakan seorang pembaca. Tak mungkin menulis tanpa lebih dulu membaca. Seorang pembaca yang hebat besar kemungkinannya menjadi penulis yang hebat pula. Dengan membaca, manusia bisa melakukan apa saja. Mendengar saran Dale Carniegie yang wafat lebih dari setengah abad yang lalu, berpindah dari Belitung ke Paris, Prancis bersama Andrea Hirata atau bahkan berdiri di balkon sebuah rumah di Verona, Italia sambil mendengar Romeo merayu Juliet. Dengan membaca, jutaan ide dan imajinasi bisa mengalir deras tanpa batas.
Masalahnya, bagaimana mungkin rakyat Indonesia gemar membaca sementara harga buku bacaan bisa dibilang relatif tidak terjangkau. Buku-buku non fiksi bermutu hampir bisa dipastikan harganya lebih dari lima puluh ribu. Mungkin ada yang lantas bilang; ah gampang, kan sekarang bisa baca lewat internet. Hello, saya tidak bicara tentang anda! Saya bicara tentang ratusan juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan, yang jangankan untuk membeli laptop dan modem, untuk makan saja sudah pusing. Harga buku bacaan non fiksi yang tergolong murah saat ini sekitar belasan ribu, katakanlah Rp.18.000,- itupun tipisnya sudah ampun-ampunan. Kalau dikonversikan ke beras kuaitas sedang, harga satu buku kurang lebih setara dengan dua kiloan beras. Nah, kalau sudah begini pilih mana? Beli buku atau makan? Saya rasa saya tidak perlu menjawab, anda pasti sudah tahu jawabannya. Kabar buruknya lagi, menurut data BPS bulan Maret 2011, lebih dari 50% rakyat Indonesia miskin. Nah, sekarang anda mengerti kan Pak Dosen, mengapa rakyat Indonesia tidak terbiasa menulis?
Untuk dapat menulis, diperlukan perbendaharaan kosakata yang kaya, dan darimana itu didapat? dari membaca. Belum lagi jika kita akan menulis tentang sebuah negeri atau bahkan lebih sederhananya sebuah kota yang tak pernah kita kunjungi dan tak juga pernah kita lihat di tv, lantas dimana kita akan menemukan cara membayangkannya? lagi-lagi dari membaca. Bahkan gambaran tentang surga dan neraka, bukankah awalnya di dapat ketika manusia membaca kitab suci?
Seorang penulis pada awalnya selalu merupakan seorang pembaca. Tak mungkin menulis tanpa lebih dulu membaca. Seorang pembaca yang hebat besar kemungkinannya menjadi penulis yang hebat pula. Dengan membaca, manusia bisa melakukan apa saja. Mendengar saran Dale Carniegie yang wafat lebih dari setengah abad yang lalu, berpindah dari Belitung ke Paris, Prancis bersama Andrea Hirata atau bahkan berdiri di balkon sebuah rumah di Verona, Italia sambil mendengar Romeo merayu Juliet. Dengan membaca, jutaan ide dan imajinasi bisa mengalir deras tanpa batas.
Masalahnya, bagaimana mungkin rakyat Indonesia gemar membaca sementara harga buku bacaan bisa dibilang relatif tidak terjangkau. Buku-buku non fiksi bermutu hampir bisa dipastikan harganya lebih dari lima puluh ribu. Mungkin ada yang lantas bilang; ah gampang, kan sekarang bisa baca lewat internet. Hello, saya tidak bicara tentang anda! Saya bicara tentang ratusan juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan, yang jangankan untuk membeli laptop dan modem, untuk makan saja sudah pusing. Harga buku bacaan non fiksi yang tergolong murah saat ini sekitar belasan ribu, katakanlah Rp.18.000,- itupun tipisnya sudah ampun-ampunan. Kalau dikonversikan ke beras kuaitas sedang, harga satu buku kurang lebih setara dengan dua kiloan beras. Nah, kalau sudah begini pilih mana? Beli buku atau makan? Saya rasa saya tidak perlu menjawab, anda pasti sudah tahu jawabannya. Kabar buruknya lagi, menurut data BPS bulan Maret 2011, lebih dari 50% rakyat Indonesia miskin. Nah, sekarang anda mengerti kan Pak Dosen, mengapa rakyat Indonesia tidak terbiasa menulis?